MENGHALANGI TUGAS JURNALIS ITU SALAH. WARTAWAN ITU, REPRESENTASI DARI MASYARAKAT

Arkhimes Molle,SH,MA

Rote Ndao – Pena Emas.com. Menghalangi tugas Wartawan sebagai pekerja kuli tinta oleh pejabat public khususnya dan masyarakat pemangku kepentingan lainnya itu merupakan sikap yang tidak terpuji dalam esensinya dengan fungsi Pers dan patut dipertanyakan karena keadaan tersebut tidak mendapat tempat yang tepat pada era reformasi dan keterbukaan public.

Demikan penegasan Ketua DPD Partai Perindo Kabupaten Rote Ndao Arkhimes Molle,SH,MA. yang juga adalah salah satu Wartawan senior dan cukup melalang buana dengan dunia Jurnalistik di atas 20an tahun serta perintis sejumlah media. Baik, media cetak maupun media Online.

Kepada Pena Emas.com, Ia saat dihubungi Kamis (19/9/19) di Sekretariat DPD Partai Perindo sekitar pukul 19:00 Wita. terkait adanya pemberitaan media yang melangsir seputar adanya larangan dan harus mengantongi ijin dari Bupati bagi jurnalis yang melakukan peliputan berita di Wilayah Desa dalam Kabupaten Rote Ndao Propinsi NTT.

Menurut Dia, Melarang dan menghalangi kegiatan jurnalistik oleh para Jurnalis itu salah. Memang pekerjaan sebagai wartawan yang hanya dijuluki “Kuli Tinta” masih sering tidak mendapat tempat yang istimewa jika dibandingkan dengan posisi para pejabat teras dalam satu wilayah territorial pemerintahan namun jangan lupa bahwa tugas dan pekerjaan seorang Wartawan itu representasi dari masyarakat. Tegasnya.

Untuk itu, lanjutnya. Tugas dan kegiatan seorang Wartawan dalam mencari berita dan informasi yang benar, akurat dan dapat dipercaya kebenarannya oleh pembaca masih banyak kalangan pejabat yang tidak memahami manfaatnya sehingga lebih berkecenderungan menolak dan tidak mau menerima serta memberi informasi yang benar kepada Wartawan

Kondisi ini tentu menimbulkan tanda tanya dibalik sikap sikap tertutup seperti ini apa lagi sudah sampai pada melarangan serta seakan membuat aturan sendiri untuk menghalangi Wartawan melakukan peliputan dan mewawancarai nara sumber yang nota bene adalah pejabat publik dan pemangku kepentingan. “Ini ada apa dibalik larangan dan penolakan hingga membuat aturan main sendiri pada hal Undang undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers itu telah jelas dan terang benderang” Tambahnya

Soal adanya presur terhadap tugas wartawan dalam meliput permasalahan pengelohan Dana Desa di Wilayah Kabupaten Rote Ndao harus dibekali ijin Bupati. Molle menegaskan itu tidak penting,  Undang undang tentang Pers dan Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik itu jelas isinya.

Selanjutnya. Di Era Reformasi. Keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik lainnya, dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik karenanya jika ada pejabat yang melarang dan menentukan banyak aturan bagi kegiatan Wartawan itu patut dipertanyaakan.

“ Kalau tidak ada hal yang salah dan semuanya benar mengapa harus melarang Wartawan meliput. Kan semua benar artinya ada nilai plus sedang jika ada yang salah maka melalui informasi mendorong untuk dibenahi. Kok mesti larang.? ” Ujarnya.

Anda jangan lupa. Kata Molle kepada Media. bahwa terpisah dan terjadinya pemekaran Wilayah Kabupaten Rote Ndao dari induknya Kabupaten Kupang itu salah satu akibat dari kerja Media, Selain tuntutan Undang undang dan tekanan Aspirasi masyarakat Rote Ndao.

Ingat pada saat itu lahirnya opini Rote Ndao bergabung ke Australia yang dimainkan oleh Media Timor Expres. Wartawannya adalah Asiel Soru yang kemudian tulisan tersebut menggema kemana mana. Opini publik  terbentuk hingga perjuangan diteruskan dengan  buntut akhirnya Rote Ndao berdiri sendiri. Tambahnya.

Selain itu. Ungkap Arkhimes Molle, Pekerja Wartawan dan Media juga turut berperang dalam kemajuan dan pembangunan daerah sehingga perlu dipandang penting bahwa wartawan juga menjadi salah satu pilar penggerak kemajuan.

Karena selain ada Trias Politika  dalam hal ini Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif ada Jurlistik untuk melakukan tugas fungsi kontrol sosial. Jadi pemerintah yang tidak ingin dikontrol dalam pelayanan publik  dan penyelenggaraan pemerintahan itu artinya ada hal yang tidak beres. Tandasnya.

Sebagai salah satu bagian dari Insan Pers. Saya berharap semua pihak dalam kapasitas sebagai pemangku kepentingan dan penentu kebijakan publik untuk memajukan masyarakat dan daerah Kabupaten Rote Ndao harus bersinergi untuk memajukan Rote Ndao lebih maju.

Selain itu. Hindari unsur curiga mencurigai dalam tugas dan pengabdian termasuk insan Pers di daerah ini. Harap Mes Molle.Perintis sejumlah Media di Rote Ndao dengan motto “ Sekali menetes enggan mengering”

Seperti dilangsir salah satu media online Bratapos.com oleh Reporter Dance Henukh, dengan judul “Pengamat: Itu Ruang publik kebebasan Pers tidak boleh di batasi”

Salah satu Akun Medsos A.n Cinta mulia menuliskan di status nya, oknum kepala desa (Kades) di Kabupaten Rote Ndao mengaku bahwa bagi wartawan yang akan melakukan peliputan dana desa di wilayah rote ndao di desanya harus mengantongi surat izin dari Bupati sesuai instruksi bupati . Sontak saja, ststus yang ditulis oleh akun cinta mulia tersebut mendapat kecaman dari sejumlah jurnalis di wilayah timur Indonesia tersebut.

Emrus Sihombing

Menanggapi pernyataan itu, pengamat komunikasi Universitas Pelita Harapan Jakarta, Emrus Sihombing mengatakan, berbicara kebebasan pers, siapa pun yang meliput di wilayah tanah air tidak boleh dibatasi.

Terkecuali ada suatu yang terkait terganggungnya keamanan, seperti adanya ranjau, akan tetapi sepanjang itu wilayah publik, wartawan berhak meliput.

“Sepanjang itu bukan masuk dalam persoalan privasi maka tidak ada yang bisa melarang pers untuk melakukan peliputan,” ungkap Emrus saat diminta tanggapannya, Minggu (15/9), terkait dengan status medsos cinta mulia yang menyatakan bahwa bagi wartawan yang melakukan peliputan harus mengantongi surat izin dari Bupati Rote Ndao.

Menurut Emrus, seorang pejabat ataupun instansi harus memberikan dasar hukumnya terkait dengan pelarangan wartawan yang meliput di desa ataupun instansi.

“Sepanjang itu ruang publik, saya rasa wartawan sah-sah saja meliput. Terkecuali di tempat tersebut memang ada sesuatu yang membahayakan. Seperti adanya panas bumi yang akan mengancam keselamatan wartawan itu sendiri, tentunya pihak instansi bisa saja melarang wartawan untuk meliputya,” tegas Direktur eksekutif EmrusCorner ini.

Lanjut Emrus, Jika seorang pejabat ataupun instansi melarang wartawan tanpa dasar hukum dan alasan yang jelas, menurut dia, merupakan tindakan yang berlebihan. Oleh karena itu harus dilihat bahwa wartawan itu merupakan representasi dari masyarakat.

“Bukankah wartawan merupakan sumber informasi bagi masyarakat, jadi ketika wartawan melaksanakan tugasnya, sesungguhnya sebuah representasi publik supaya masyarakat dapat mengetahui peristiwa apapun di seluruh wilayah Indonesia. Terkecuali menyangkut keamanan bagi wartawan itu sendiri,” jelas Emrus. (PE/riyan/tim)

Tetap Terhubung Dengan Kami:

Pos terkait