PENA-EMAS.COM – Satuan Reserse Kriminal Polres Rote Ndao, Bidang Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Belum berhasil meminta Klarifikasi sekaligus keterangan terhadap Bupati Rote Ndao, Paulina Haning Bullu,SE terkait Kasus PTDH (Pemecatan Tidak Dengan Hormat) 15 Oknum ASN Mantan Nara Pidana Korupsi karena Bupati Rote Ndao Paulina Haning Bullu Kembali Mangkir dari kesepakatan yang sudah disampaikan melalui Stafnya.
Penyidik seharusnya sudah memeriksa Bupati pada Kamis (3/6/2021) yang lalu namun saat itu Bupati mengirim surat kepada Penyidik untuk diperiksa pada (Jumat 4/6 2021).
Tiba pada tanggal yang telah disepakati bersama Bupati melalui Kabag Hukum, kembali meminta untuk menunda pemeriksaan kepada dirinya ke hari Senin (7/6/2021). Namun hingga berita ini diturunkan Bupati Rote Ndao, Paulina Haning Bullu tidak menepati apa yang sudah di sampaikan sebelumnya
Terkait hal tersebut Kasat Reskrim Polres Rote Ndao, IPTU Yames Jems Mbau, S.SOS ketika di konfirmasi wartawan Senin (7/6/2021) Meminta agar Crew Media, Langsung Konfirmasi ke Kasubag Humas Polres Rote Ndao.
” Langsung ke pak Anam berita sudah melalui pak Anam ” Ujar Kasat Reskrim Polres Rote Ndao
Sementara itu. Kasubag Humas Polres Rote Ndao, AIPDA Anam Nurcahyo saat dikonfirmasi Senin (07/06/2021) siang meminta agar Wartawan langsung saja dengan Kasat Reskrim Polres Rote Ndao,Karena dirinya telah pulang ke rumah
“ Bisa langsung ke kasat reskrim. Soalnya saya sudah balik bentar sore ada tugas lagi makannya sudah balik rumah” Kata Anam Via Ponsel
Selanjutnya. Crew Media mencoba meminta untuk bertemu Kapolres Rote Ndao, guna meminta Penjelasan terkait alasan penundaan pemberian Klarifikasi atau memberikan keterangan oleh Bupati Rote Ndao,Paulina Haning Bullu, namun para awak Media dipersilahkan untuk ketemu Kabag Sumda Polres Rote Ndao.
Setibanya Crew Media di depan Ruang Kabag Sumda, menurut salah seorang Anggota Kabag Sumda sedang tidak berada ditempat .
Para awak media pun mencoba menghubungi Kapolres Rote Ndao, AKBP Felli Hermanto, SIK, M.Si,Via WhatssApp, mempertanyakan soal sejauh mana tindakan Pihak Polres terkait adanya permintaan keterangan terhadap Bupati Rote Ndao. pasca dikeluarkannya surat Undangan Permintaan Keterangan. Namun yang bersangkutan selalu menunda nunda Waktu. Pesan WhatssApp tersebut hanya di baca saja sejak pukul 17:18 Wita dan tidak ada respon balik hingga berita ini di turunkan.
Kemudian Wakil Ketua DPRD Kabupaten Rote Ndao, Paulus Henuk, SH saat dimintai tanggapannya melalui sambungan telpon dan pesan WhatsApp, Senin 07/06/2021 kemarin. Ia mengatakan, Penanganan kasus Aparatur Sipil Negara (ASN) mantan Nara Pidana Korupsi (Napikor) di Kabupaten Rote Ndao terkesan Disktiminatif. Hal ini terlihat dari tertundanya beberapa kali kehadiran Bupati dalam memberikan klarifikasi/keterangan yang disampaikan Polres Rote Ndao kepada Bupati Paulina Haning Bullu, SE.
Menurut Paulus Henuk,SH. Penanganan kasus ASN mantan Napikor ke Polres Rote Ndao yang berawal dari pengaduan masyarakat tanggal 31 Juli 2019 yang diterima Tipidkor Polres Rote Ndao sampai saat ini telah melalui tahapan panjang. Dari permintaan klarifikasi/keterangan terhadap saksi-saksi hingga permintaan audit kerugian negara dan permintaan pendapat ahli telah dilaksanakan Polres Rote Ndao.
Alhasil permintaan klarifikasi/keterangan kepada Bupati Rote Ndao terkesan lamban dan tertunda-tunda, sebelumnya penyidik sudah harus memintai keterangan Bupati tanggal 03 Mei 2021 namun permintaan Bupati untuk diperiksa tanggal 04 Mei 2021 itupun tertunda hingga tanggal 07 Mei 2021 dan tertunda lagi.
Dalam penanganan kasus ASN Napikor yang cukup menyita perhatian publik terutama masyarakat Rote Ndao, hari ini kembali ditunda karena bupati tidak mendatangi Penyidik Polres Rote Ndao.
“ Untuk rencananya tanggal 09 Mei 2021 mendatang. hal ini sangat mengherankan masyarakat Rote Ndao serta menimbulkan berbagai dugaan” Ujar Paul Henuk.
Selanjutnya Paulus Henuk, SH menjelaskan, beberapa kali penundaan ini menimbulkan tanda tanya besar dengan berbagai dugaan diantaranya :
1. Dari semula kasus ini terkesan sangat lambat tidak seperti kasus-kasus yang menimpa rakyat kecil.
2. Kasus ini diduga menimbulkan kerugian keuangan negara/daerah yang begitu besar karena putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap dari para ASN Napikor itu terjadi sejak 2010, 2012 tapi penanganannya diduga tidak mendapat dukungan maksimal dari pimpinan Polres Rote Ndao.
3. Ada dugaan intervensi dan upaya menghambat penanganan kasus ini dengan cara tidak dinaikan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan. Padahal bukti-bukti sudah lebih dari cukup.
4. Diduga kuat ada upaya Secara sistematis untuk membebaskan pihak-pihak yang harus bertanggung jawab atas pengaktifan kembali sejumlah ASN Napikor. baik itu, oknum-oknum yang melakukan telaah hukum dan mendorong untuk ASN napikor diaktifkan kembali.
5. Upaya sistematis itu nampak jelas dalam kurangnya dukungan, mengulur waktu agar sejumlah uang disetor kembali.
6. Adanya pernyataan oknum pejabat Polres yang diduga melakukan intervensi agar kasus ini diselesaikan melalui Restorative justice. Endingnya adalah membebaskan oknum-oknum yang telah merugikan keuangan negara miliaran rupiah.
7. Dalam penanganan kasus ini terkesan sangat diskriminatif karena kasus-kasus yang dialami kades-kades cepat diproses dan dijebloskan ke penjara namun kasus yang diduga melibatkan Bupati dan mantan Bupati ini sudah dua tahun tapi hanya sekedar naik status ke penyidikan juga belum dilakukan.
8. Masalah ASN Napikor sejak awal pemberhentiannya sudah diskriminatif karena ada 2 orang yang langsung diberhentikan saat putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap, sementara puluhan lainnya tidak diberhentikan dan justru dipromosikan jabatan dan kepangkatannya.
9. BPKP pun terkesan sangat lamban dalam melakukan audit investigasi kerugian negara dalam kasus ini, padahal sejak Februari 2021 telah diminta untuk diaudit. Bahkan terjadi polemik antara inspektorat Rote Ndao dan BPKP karena menurut inspektorat bahwa mereka melakukan perhitungan kerugian negara karena diminta BPKP.
10. Penundaan berkali-kali atau keengganan bupati menghadiri permintaan keterangan oleh penyidik menunjukkan bahwa kurang adanya keteladanan bagi rakyat.
11. Adanya spekulasi di tengah masyarakat bahwa polisi diminta memberikan list pertanyaan sebelumnya supaya saat mendatangi polisi semuanya sudah diatur.
12. Semua dugaan dan rangkaian cerita seputar penanganan asn napikor adalah bertujuan membebaskan semua pihak yang diduga terlibat.
13. Semua pihak yang peduli dengan penegakan hukum dan keadilan di Rote Ndao, sudah seharusnya mulai bergerak untuk mendesak Polres Rote Ndao agar segera menuntaskan kasus ini.
14. Diminta kepada pemerintah pusat dalam hal ini Kapolri dan Kejaksaan Agung agar menempatkan Aparat penegak hukum yang lebih berintegritas, peduli dengan pemberantasan Korupsi dan mampu merasakan denyut jantung rakyat yang sangat merindukan penegakan hukum yang adil.
Ke- 14 alasan ini. Sebut Paulus Henuk sungguh amat disayangkan olehnya kepada pihak Yudikatif termasuk Polres Rote Ndao yang dinilainya bersikap Diskriminatif dan tidak proaktif terhadap upaya pemberantasan Korupsi sesuai amanat Presiden dan Kapolri. Tandasnya. (tim PE)