PENA-EMAS.COM. Bupati Rote Ndao Paulina Haning Bullu, SE resmi dipanggil Penyidik Tipikor Polres Rote Ndao untuk diperiksa terkait Kasus dugaan Korupsi mantan Napi ASN Tipikor.
Hal ini di benarkan Kapolres Rote Ndao AKBP Felli Hermanto,S.Ik, M,Si melalui Kabbag Humas Polres Rote Ndao
Aiptu Anam Nurcahyo, S.I.P. saat di Konfirmasi Wartawan. Senin (31/5/2021). malam.
Anam Nurcahyo mengatakan, sesuai
dengan surat yang telah diberikan kepada Bupati Paulina Haning Bullu, SE akan dimintai keterangan pada Kamis 3 Juni 2021.
“Ya betul, bahwa sesuai dengan surat yang telah diberikan kepada Bupati Paulina Haning Bullu akan dimintai keterangan pada Kamis 3 juni 2021 ” Ujar Kasubag Humas polres Rote Ndao ini.
Untuk di ketahui Kasus dugaan tindak pidana korupsi dengan diangkat kembalinya mantan ASN Tipikor oleh Bupati Rote Ndao ini dilaporkan sejak 31 Juli 2019 lalu.
Hampir memasuki dua tahun Proses berjalan akhirnya Kasat Reskrim Polres Rote Ndao IPTU Yames Jems Mbau, S.Sos dan Penyidik Tipikor Polres Rote secara resmi melayangkan surat Panggilan permintaan Keterangan terhadap Bupati Rote Ndao Paulina Haning Bullu,SE.
Kasus ini bermula dari terbitnya Surat Keputusan Bersama Tiga Mentri yang ditandatangani bersama oleh MenPAN-RB, BKN, dan Mendagri soal Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) Aparatur Sipil Negara (ASN) yang melakukan Tindakan Pidana Korupsi dan telah Memiliki kekuatan hukum tetap.
Seperti di beritakan sebelumnya. Pada edisi Selasa (16/03/2021) yang lalu, Penyidik Polres Rote Ndao telah presentasikan Kasus ASN Tipikor dengan BPKP.
Kasatreskrim Jems Mbau membenarkan kalau pihak penyidik Polres Rote Ndao telah mempresentasikan kasus ini dengan pihak BPKP di Kupang untuk tujuan Audit Investigasi, sedangkan Hasil audit akan dituangkan dalam rekomendasi dari BPKP. Jelas Jems Mbau
Kemudian Ketua Araksi NTT Alfret Baun, SH mengatakan, Polres Rote Ndao dan Kejaksaan jangan hanya menyelesaikan kasus pidana umum tetapi perlu prioritaskan kasus pidana khusus yang merugikan negara dan rakyat Miliaran rupiah.
Ia meminta terkait dengan upaya penegakan hukum khususnya masalah Tipikor di Rote Ndao perlu adanya pengawasan dan perhatian serius dari Polda NTT dan Kejaksaan Tinggi NTT kepada Polres dan Kejaksaan Rote Ndao.
Selanjut sebagaiman dilangsir Pena-Emas.com edisi (15/03/2021) Drs. Alfret H.J.Zacharias, M.Si. Mengatakan adanya ketidakadilan terhadap perlakuan pemecatan ASN Tipikor di Kabupaten Rote Ndao akibat dari penyalahgunaan kewenangan Bupati yang dinilainya melawan dan melanggar hukum. Hal ini merugikan Negara serta menguntungkan 16 ASN Tipikor namun merugikan 2 ASN Tipikor lainnya.
Menurut Mantan Kepala Bappeda dan Sekda Kab. Rote Ndao ini, Sesuai Aturan Kepegawaian ASN yang melakukan Tipikor setelah Inkrah harus dipecat.
Faktanya 16 ASN Tipikor yang Inkrahnya sejak 2011,2012,2013 dan 2014 Tidak dipecat, bahkan mereka meskipun dipenjara tetap dibayar gajinya sampai keluar dari penjara.
Kemudian setelah mereka keluar dari penjarapun tetap dipekerjakan sebagai ASN oleh Bupati sampai dengan mereka akhirnya dipecat tahun 2021 Sedangkan 2 ASN Tipikor yang Inkrah tahun 2015 langsung dipecat oleh bupati tahun 2016 , ini sangat Diskriminatif.
Selanjutnya. Kalau dihitung kerugian negara dan ganti rugi maka untuk 16 orang dari masa Inkrahnya terdapat 6 – 9 tahun (2011-2021) Negara dan daerah dirugikan hingga mencapai Rp.4 sampai 5 Miliar termasuk yang dapat tunjangan jabatan, honor dan perjalanan dinas. Ungkap Alfred.
Persoalan lain akan muncul apabila Negara mengakui bahwa ke 16 orang tetap dipecat sesuai SK Bupati Rote Ndao hanya sejak tahun 2021 artinya tidak bisa dipecat sesuai waktu Inkrah antara 2011 – 2014 maka ke – 2 orang yang dipecat Bupati dengan SK Bupati tahun 2016 juga diperlakukan sama untuk waktu pemecatannya dengan ke – 16 orang tersebut yaitu tahun 2021.Tambahnya.
Selain itu. Alfret Zacharias mengatakan, SK Bupati bagi ke – 2 orang ASN Tipikor tahun 2016 tidak diberlakukan / batal. Ini obyektif dan adil. Jika hal ini diberlakukan bagi 2 orang dengan waktu pemecatan yang sama dengan ke – 16 orang yaitu tahun 2021 maka konsekwensinya Negara dan daerah harus membayar kembali gaji kedua orang tersebut sejak dari tahun 2016 sampai dengan 2021. Solusi ini sangat adil dan tidak banyak merugikan negara atau daerah dibandingkan dengan apabila ke – 16 orang itu masing-masing diberlakukan sesuai waktu inkrah hukumnya.
“ Inilah keadilan sosial yang harus Negara dan daerah lakukan atau pikul akibat kesalahan negara dan daerah karena Mal administrasi “ Katanya.
Selain itu. Kata Alfred. Dalam mengeksekusi kebijakan yang melampaui kewenangannya, penyalahgunaan kewenangan, perbuatan melawan / melanggar hukum, diskriminatif, tidak adil dan bertentangan dengan hukum. Ini adalah perbuatan Tindak pidana korupsi. Tandasnya. (ensi/tim)