“Didiklah Mereka Sesuai Zaman dan Tantangannya!”
Oleh: Grefer E. D. Pollo, S.P., M.Pd
Tantangan pendidikan masa kini
Sejak proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia dan diikuti lahirnya organisasi PGRI pada tahun 1945, bangsa Indonesia terus berkomitmen membangun pendidikan demi tercapainya cita-cita luhur bangsa seperti yang termuat dalam pembukaan UUD 1945.
Berbagai upaya dilakukan untuk maksud itu, salah satunya adalah adaptasi kurikulum terhadap tantangan zaman agar dapat mendekatkan lulusan kepada kebutuhan masyarakat dan kehidupan yang lebih baik.
Akan tetapi, meski telah lebih dari 10 kali kurikulum berganti, pendidikan di Indonesia kini justru sedang menghadapi tantangan besar.
Para orangtua mengeluhkan perilaku anak-anak mereka dan biaya pendidikan yang makin tinggi. Siswa mengeluhkan kurang relevannya materi yang dipelajari dengan kenyataan sehari-hari.
Para pemilik perusahaan mengeluhkan kurang berkualitasnya kompetensi pencari kerja.
Masyarakat luas mengeluhkan cepatnya perubahan teknologi digital yang sulit dijangkau dan dipergunakan oleh mereka.
Belum lagi ditemukan solusi yang tepat bagi berbagai permasalahan di atas, awal tahun 2020, Indonesia termasuk salah satu negara terdampak covid-19 yang memaksa sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bermasyarakat mesti berubah dan beradaptasi dengan model kehidupan baru.
Berbagai upaya sudah dikerahkan untuk meminimalisir paparan covid-19. Di antaranya adalah ide bekerja dari rumah, beribadah dari rumah, dan belajar dari rumah.
Prasyarat dari penerapan ide tersebut adalah kebutuhan akan teknologi, sedangkan konsekuensi dari hal ini adalah menghadapi tantangan baru yaitu masih banyak siswa, orangtua siswa, dan guru yang belum melek teknologi, banyaknya daerah yang belum dijamah listrik dan jaringan internet yang memadai.
Menanggapi konsep belajar dari rumah ini, maka pada tanggal 16 Maret 2020 lalu, Kemendikbud menyebut beberapa platform pembelajaran dalam jaringan di Indonesia, seperti Google Indonesia, Kelas Pintar, Microsoft, Quipper, Ruangguru, Sekolahmu, dan Zenius. Platform apa yang akan dipergunakan dalam pembelajaran di sekolah dan bagaimana menerapkannya menjadi kebijakan sekolah bersama siswa dan orangtua siswa.
Transformasi pendidikan
Proses pendidikan tidak bisa lagi hanya berfokus kepada menyiapkan siswa untuk menguasai ketrampilan tertentu. Sebab jika demikian, maka saat teknologi baru sudah muncul maka sangat mungkin ketrampilan yang baru dikuasai itu sudah tidak dapat digunakan lagi.
Pendidikan tidak hanya menghasilkan lulusan yang memiliki daya sintas (bertahan hidup dalam kondisi yang tidak diinginkan, dalam jangka waktu yang lama) saja, tetapi harus dikembangkan dengan berbasis kepada penguatan kapabilitas siswa. Apalagi di tengah dunia VUCA (Volatile: bergejolak, Uncertain: tidak pasti, Complex: kompleks, dan Ambiguity: tidak jelas) ini.
Salah satu pilar transformasi pendidikan yang dapat dilakukan sekarang adalah melalui pembelajaran efektif dan menyenangkan melalui sistem dalam jaringan.
Pembelajaran yang efektif dan menyenangkan dilakukan menggunakan berbagai metode belajar yang sesuai dengan gaya belajar siswa (audio, visual, kinestetis), pendekatan sosio-humanis-religius, menuju ketercapaian tujuan pembelajaran, dan holistis (intelligence quotient, emotional quotient, spiritual quotient, dan adversity quotient).
Dalam mempersiapkan ini guru harus memperhatikan kualitas pembelajaran, waktu, kurikulum, media yang digunakan, disrupsi kehidupan sebagai akibat dari hadirnya perkembangan artificial intelligence (AI), big data, dan connectivity.
Kesemuanya ini menuntut rekonstruksi dari pemikiran akan mengejar spesialisasi dini dan sekedar ketrampilan teknis-taktikal dari seorang siswa.
Sejak awal seorang siswa mesti diajar akan pentingnya memiliki wawasan berpikir generalis, strategis, holistis, melalui pembelajaran yang interdisiplin dan transdisiplin.
Oleh bantuan big data dan connectivity siswa harus diajar untuk memiliki kemampuan berpikir dan daya analitis-sintetis. Sebagai seorang manusia, siswa harus dipersiapkan untuk mengerjakan apa yang mesin tidak dapat lakukan.
Selanjutnya sebagai institusi, melalui pelatihan atau tutorial, sekolah perlu menyiapkan guru dan siswa agar melek teknologi dan platform pembelajaran yang digunakan.
Sekolah menetapkan jadwal pembelajaran dan mengkomunikasikan kepada guru, siswa, dan orangtua siswa metode pembelajaran synchronous learning (online chatting dan video call) dan asynchronous learning, dan desain pembelajaran menyenangkan melalui bermain sambil belajar dan belajar sambil bermain seperti yang ada pada fitur-fitur pada platform yang digunakan.
Fitur-fitur tersebut akan mendorong siswa terlibat secara aktif dan guru menjadi teman bermain bagi siswa. Hal ini sangat perlu agar guru dapat memahami dan memotivasi siswa untuk mencapai pemahaman yang baik, kecerdasan, ketekunan, dan perubahan karakter.
Dari sini dapat diketahui bahwa meskipun pembelajaran berlangsung dalam jaringan namun relasi antara guru dan siswa tetap menjadi hal yang utama.
Karena itu, guru tidak hanya berfokus kepada materi yang akan diajar dan bagaimana siswa belajar tetapi juga perlu memahami kondisi siswa saat belajar.
Misalnya, guru menanyakan kesehatan siswa, rasa aman dan nyaman siswa terhadap dirinya sendiri, keluarga dan orang-orang dekatnya, atau juga lingkungan eksternal, dan peduli kepada kebutuhan belajar siswa dalam jaringan seperti pasokan listrik dan internet.
Pembelajaran dalam jaringan bukanlah tatap muka langsung sehingga guru cukup sulit mengontrol keberadaan siswa dan proses belajar yang sedang dilakukannya.
Oleh karena itu, batasan tertentu melalui rules and procedures perlu diatur oleh guru dan disepakati oleh siswa.
Misalnya, siswa harus mengikuti pembelajaran dengan terarah menurut agenda belajar harian yang disampaikan, tata cara berpakaian saat belajar, dan tempat yang dipakai siswa untuk belajar dari rumah.
Jika siswa tidak mengikuti pembelajaran seperti seharusnya, maka sekolah akan menghubungi mereka setelah sesi pembelajaran selesai.
Sementara belajar, siswa harus fokus dan tidak boleh melakukan chatting dengan teman atau melakukan hal lain yang tidak berkaitan dengan pembelajaran, dan saat menyalakan video, siswa tidak boleh melakukan gerakan tubuh atau lainnya yang tidak sesuai dengan apa yang sedang dipelajari.
Pembelajaran dalam jaringan yang efektif dan menyenangkan dapat menjadi langkah maju bagi pendidikan di Indonesia *)