” Penggerebekan Judi diruang Paripurna DPRD, Tidak Cukup Bukti “
Oleh : Arkhimes Molle – Pemred Pena Indonesia.com.
Masalah Tindakan hukum Perjudian di Rote Ndao kembali menjadi soal ujian besar ketika muncul kasus yang oleh sebagian besar masyarakat dan para mantan Napi Judi berbisik sejuta Tanya sehubungan dengan penggerebekan Judi di Ruang Paripurna DPRD Kabupaten Rote Ndao – Nusa Tenggara Timur oleh Tim penyidik Polres Rote Ndao.
Reaksi keras muncul dari berbagai pihak menanggapi penggerebekan Gamble tersebut. sebagian besar masyarakat tidak menyetujui hasil pemeriksaan penyidik terhadap saksi dan atau pelaku. Karena Tindakan Penyidik Polres tersebut, dianggap telah bertindak tidak serius dan lain-lain.
Sebagai seorang Jurnalist, saya memiliki pendapat yang searah dengan mereka. Selanjutnya saya mencoba memberikan opini atau pendapat dengan penyajian menggunakan cara analisis menggabungan antara Kalimat Fakta dan opini
Judi menurut Common Gaming House Act 49 article 2 di Singapura adalah permainan yang berasaskan nasib atau kepandaian dan nasib bagi pertarungan uang atau barang ganti uang dan termasuk semua permainan di bawah ruangan.
Sedangkan Judi menurut Pasal 303 ayat 3 KUHP di Indonesia adalah tiap tiap permainan yang berasaskan pengharapan buat menang, pada umumnya bergantung kepada keberuntungan saja dan juga pengharapan.
Sedangkan perjudian adalah permainan dimana pemain bertaruh untuk memilih satu pilihan diantara beberapa pilihan dimana hanya satu pilihan saja yang benar dan menjadi pemenang.
Dari Definisi diatas dapat dibenarkan sebagai dasar pamungkas namun dengan begitu banyaknya media. Baik media syber maupun elektronik melangsir terkait penggerebekan masalah judi diruang Paripurna DPRD Kabupaten Rote Ndao, Informasi publik ini bukan membumimkan jagad tetapi menumbuhkan sejuta petanyaan ikutan soal pembuktian.
Pada pembuktian dalam ranah pidana merupakan usaha mencari kebenaran material tentang telah terjadi tindak pidana oleh pelaku/tersangkah.
Pembuktian unsur pidana harus berdasarkan kekuatan alat bukti
Kejadian Gamble “ diruang Suci” itu membuat Penyidik kemudian penuh semangat meminta keterangan untuk memastikan tindak pidana yang terjadi dalam pristiwa tersebut namun pokok keterangan yang dimintai penyidik hanya terfokus pada alat bukti pristiwa yang sedang terjadi yaitu “hadiah dan penonton” tanpa mendalami bagaimana mengetahui adanya alat bukti dimaksud.
Kedua unsur ini kemudian menjadi jawaban atas pristiwa pidana di ruang terhormat tersebut untuk menjadi tidak pasti dalam kasus pidana. Sementara mengapa kejadian itu terjadi dan bagaimana adanya pemain dan penonton bahkan akar dari kejadian tersebut bersumber “dari dan oleh” yang mengakitbatkan peristiwa pidana itu ada menjadi opini dan fakta menjadi hilang.
Kalimat fakta dan opini memang saling bertolak belakang, Bila kalimat fakta menyatakan pristiwa yang sudah jelas kebenarannya. Sebaliknya kalimat opini menyatakan masalah yang masih bersifat pendapat atau pun saran yang belum ada pembuktian mengenai kebenarannya.
Kalimat Fakta mengandung pristiwa, hal, kenyataan atau pun kejadian yang benar ada dan terjadi, memiliki rincian yang jelas dan tidak bisa dibantah kebenarannya.
Kebenarannya dapat dibuktikan, dengan telah terjadi permain kartu /gamble. memiliki data yang tepat dan akurat. Seperti waktu dan tempat kejadian pristiwa yang menunjukan Permainan terjadi di Ruang sidang Paripurna tertanggal 24 Maret 2021.
Memiliki nara sumber yang bisa dipercaya sebab saat penggerebekan ada Pengakuan oknum Anggota DPRD sebagai saksi dan pelaku dalam pristiwa tersebut yang juga bersifat objektif karena ada permainan kartu / judi melibatkan Sekwan, oknum DPRD dan Wartawan yang saat penggerebekan berada di tempat kejadian.
Informasi terhadap tindakan yang harus diperolehnya berasal dari kejadian yang sebenarnya sebab Informasi kebenaran Pristiwa di TKP hingga dimintai keterangan oleh penyidik adalah sama yakni ada pengakuan permainan judi. Artinya memuat data data yang bersifat kualitatif yakni data Pernyataan, ada Pernyataan oknum anggota DPRD alias saksi dan pelaku dalam bentuk pengakuan saat penggerebekan.
Tetapi kemudian Kalimat opini lahir dengan alasan tidak dapat dibuktikan kebenarannya yang mengandung arti seakan “belum tentu terjadi” permainan judi. Sebab masih bersifat subjektif karena dilengkapi dengan uraian yang mejelaskan pendapat. “Pendapat penyidik dan Reskrim bahwa tidak cukup bukti karena tidak ditemukan uang dan penggerebekan terjadi para penjudi tidak sedang bermain”
Hal ini sebenarnya berasal dari pemikiran, pendapat atau argument. artinya melihat pristiwa ini secara lurus dengan alasan tidak ada taruhan yang ditemukan di TKP. Atau dengan pendapat yang menunjukan pristwa yang belum terjadi dan spekulatif sehingga berpengaruh dan membuat pristiwa menjadi spekualitif dari pemain berjumlah 5 orang menjadi 4 orang dan pemain menjadi penonton.
Sari pembuktian dari unsur Gamble di ruang Paripurna Dewan menjadi hilang, untuk menemukan tindakan melawan hukum sebab pemenuhan terhadap Pasal 303 KUHP untuk menjerat pelaku pun ikut tidak terpenuhi.
Kata “ Penonton” merubah fakta tindak pidana “perjudian” menjadi Tidak Cukup “Bukti” meskipun ada informasi terjadi perjudian di RPRD kemudian Kasat Reskrim membuat surat untuk Tim Gabungan lakukan penggerebekan.
Saat penggerebekan saksi dan atau pelaku mengakui “ Ya kami baru saja bermain judi di Ruang Paripurna” diperoleh pengakuan 5 orang bermain, Tim temukan ada meja dan kursi 5 (lima) buah teratur melingkar.
Pengakuan ini dijadikan data petunjuk hingga mereka di giring ke polres untuk dimintai keterangan. Diperiksa secara terpisah kemudian terdapat ada kesamaan keterangan dan ada juga yang berbeda dengan awal di gerebek. Termasuk dari jumlah 5 orang pemain berubah menjadi 4 orang dan dari pemain menjadi penonton.
Dalam Press Release Bagian Humas Polres yang ditanda tangani oleh Kapolres menjelaskan hasil pemeriksaan saksi “ Tidak Cukup bukti. Ya kami baru saja bermain judi di runag paripurna. 5 orang menjadi 4 orang dan pemain menjadi penonton”
Yang Nampak dalam kasus ini adalah pengakuan dan bukti lain yakti tempat bermain judi dengan meja, kursi dan kartu.( dua unsur terpenuhi) keduanya kemudian menjadi kabur karena dialihkan pada pandangan opini atau yang diaopinikan.
Merubah peran pemain menjadi penonton, Jumlah pemain menjadi berkurang dari 5 menjadi 4. Taruhan/hadiah dijadikan spekulasi menjadi alasan. sesuai Pasal 303.KUHP. Sementara penyidik belum mendalaminya sampai ke latar kejadian pidana tersebut bermula. “ada informasi sebelum penggerebekan” apakah karena mereka bukan rakyat biasa ?
Peran penonton dan mengapa penonton ada ditempat kejadian karena TKP bukan tempat umum atau dipinggir jalan tetapi dirung terhormat. Sarana pendukung pristiwa gamble bersumber dari mana, siapa dan apa tujuannya karena tidak masuk akal di gedung rakyat dan ruang terhormoat tidak mungkin terdapat sarana judi.
Pertanyaannya unsur perbuatan bermain kartu dan bukti kartu terpenuhi kemudian pengakuan penjudi jelas. Yang tidak ditemukan adalah hadiah / taruhan hal ini menyebabkan “Tidak cukup butki” mengapa tidak cukup bukti karena penyidik tidak menelusuri dan menyelidinya secara mendalam.
Bagaimana Jika ada bukti dan taruhan/hadiah tetapi tidak ada pengakuan pelaku apakah ini juga tidak ditindak pidana karena dengan alasan tidak cukup bukti ?
Ironis benar penonton menyaksikan permainan mulai pukul 18:00-18:30 wita tidak menemukan adanya peredaran uang diatas meja yang ada hanya “ potongan kertas dan beberaa batang rokok”.
Sebelum peggerebekan penonton alias HG sudah terlebih dahulu pulang “setengah jam kemudian baru kembali ke kantor DPRD” dan melihat banyak orang di Kantor. Saat itu baru ia masuk dan mengetahui adanya penggerebekan. Sementara oknum Anggota DPRD – YAD mengakui di TKP saat digerebek ada 5 orang bermain judi termasuk HG.
Dalam Press Release Nomor: PR/01/III/2021/Subbag Humas Res RND Tanggal 25 Maret 2021 Tentang Perjudian yang ditandatangani oleh Kapolres. Menyebut saat penggerebekan di lantai 2 (dua) dan mendapatkan saksi YAD yang baru saja keluar dari ruang sidang utama. Anggota langsung meminta keterangan yang bersangkutan saat itu juga dan dirinya mengakui “ bahwa benar dirinya bersama 4 orang lainnya yaitu ZYA,AP,BK dan HG telah usai melakukan kegiatan judi kartu jenis TJ ( 13 daun) diruang sidang Utama Kantor DPRD Kab Rote Ndao”.
Diruang Sidang Anggota mendapat 5 (lima) buah kursi dengan posisi melingkar, 2 (dua) bungkus kartu remi beserta lembaran kartu. Pada catatan, Hasil interogasi di TKP para saksi mengakui melakukan permain judi kecuali HG hanya menonton.
Dalam penggerebekan tidak tertangkap tangan dan ditemukan taruhan/hadiah/ barang bukti uang yang menjadi inti dari tindak pidana perjudian. “Tidak cukup bukti”.
Melihat Press Release tersebut, nampaknya konsep yang dianut KUHP terkait bukti sebagaimana pasal 185 KHUP bahwa keterangan saksi/pelaku adalah apa yang dilakukan, diketahui dan alami sendiri. Pihak Polres Rote Ndao terkesan mungkin belum berniat mendalami tindak pidana ini secara serius ataukah karena masalah status sosial pelaku ?
Saya mengingatkan adanya ketentuan dalam Sumber Konstitusional Hukum tertinggi di Indonesia yaitu UUD 1945 pasal 27 ayat (1) yang berbunyi “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.
Ketentuan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 tersebut memberikan amanat khususnya kepada aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan hukum kepada setiap warga negara tanpa membeda-bedakan status sosial atau jabatan mereka. Apakah itu seorang rakyat biasa, pejabat, anak pejabat, anggota DPR, bahkan aparat penegak hukum. Semuanya harus diperlakukan sama ketika mereka terlibat dengan kasus pidana.
Peringatan yang sama mengingatkan kita yang disampaikan oleh Kapolri, Jangan lagi hukum itu tumpul keatas dan tajam kebawah. Penegakan hukum harus memberikan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Masalah penggerebekan Gamble di ruang Paripurna Dewan mengisahkan sejuta tanda Tanya bagi public, dimana arah tumpulnya dan kemana mata tajamnya hukum di negeri ini jika masalah gamble tidak cukup bukti bagaimana dengan pengakuan pelaku dan siapa yang wajib mencarinya dari dalam pengakuan itu.? bagaimana dengan kasus kasus besar seperti Korupsi dan Merk Up dalam kasus Proyek yang merugikan negara.
Semoga opini saya ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan mohon dimaklumi apabila masih terdapat banyak kekurangan. Apabila ada penerapan kata dan kalimat bahkan peraturan yang salah saya mohon maaf sebesar-besarnya dan sekali lagi mohon dimaklumi karena bukanlah seorang ahli hukum melainkan hanyalah seorang jurnalist yang berusaha memberikan opini berdasarkan pendapat pribadi.*8.