Pena-emas.com- Kehidupan setiap orang tentunya selalu berbeda-beda. Ada yang terlahir dan bertumbuh di tengah keluarga yang berkecukupan. Sedangkan ada pula yang hadir dalam keluarga yang miskin. Namun kemiskinan bukanlah sesuatu takdir, melainkan hanya sebuah keberadaan hidup yang harus diperjuangkan. Sehingga apapun konidisi dan realitanya, perjuangan terus dilanjutkan. Oleh karena itu, bermodalkan pesan suci, Ora Et Labora, (Berdoa dan Bekerja), sosok lelaki bernama lengkap. Arkhimes Molle, SH, MA. (47 Tahun), yang biasa disapa keluarga, saudari, teman dan rekan dengan, Mes ini, selalu menjunjung tinggi kebersamaan dengan menjauhkan segala perbedaan.
Dalam keterbatasan dan keserdehanaan yang dimiliki, ia selalu merekatkan persatuan di dalam menggapai suatu tujuan. Selain itu, realita dan kondisi kehidupan pun selalu mengajarkan dia untuk pantang menyerah dan terus bekerja memperjuangkan hak-hak rakyat.
Lelaki yang dikenal oleh awak media dengan panggilan, to.o Mes atau Memo tersebut adalah anak seorang petani kelahiran Desa Boni, sebuah perkampungan sunyi di ujung barat wilayah Kecamatan Rote Barat Laut, Kabupaten Rote Ndao pada tanggal 17 Agustus 1965 lalu.
Anak tunggal pasangan, Soleman Molle (almarhum) dan Asnath Molle-Lete ini dalam kesehariannya selalu menampakkan ciri senyum dan sikap rendah hati.
Sementara, menyadari akan penghasilan kedua orang tua yang amat minim, tidak membuat Arkhimes yang juga dipercaya sebagai Maneleo Suku Fando, (salah satu besar di Ex Nusak Dengka), patah semangat dalam meraih mimpi dan masa depannya. Hal ini terbukti, ketika mampu menyelesaikan pendidikan dasar pada SD Inpres Aduoen-Desa Boni.
Semangat dan mimpi itu tidak pernah padam dan terus berlanjut, dari berkat asuhan Ibu dan bapak gurunya, Yuliana Lenggu (mantan Kepala SDI 3 Baa) dan E. Z. Lenggu, (almarhum) kepala SD Inpres Aduoen, dia terus terdorong untuk menatap cita-cita dan masa depannya dengan melanjutkan pendidikan di SMP Loaholu-Oelua, (sekarang SMP Negeri 1 Rote Barat Laut), sebuah lembaga pendidikan swasta di Desa Oelua, letaknya sekitar 20-an Km dari Desa Boni Kampung halamanya. Jarak yang jauh tidak membuatnya menyerah tapi kondisi ini tetap dijalani dengan berjalan kaki sampai menyesaikan study selama tiga tahun.
Lembaga Pendidikan swasta yang dirintis oleh Samuel Pah itu memang tidak beraktivitas dalam waktu yang lama karena setelah dua tahun pendiriannya, salah satu pemerhati dunia pendidikan di Kabupaten Rote Ndao itu pun meninggal dunia.
Masih membekas di benak to.o Mes bahwa, teman-teman seangkatannya antara lain, Arkhilaus H. Lenggu, S. Pd, M. Si, Lasarus Henukh dan Abed Mbaen. Mereka kini ada yang sudah menjadi pejabat dan politisi hebat.
Kemudian, dirinya melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 1 Baa (Sekarang SMP Negeri 1 Lobalain). Tiga tahun lebih lamanya, menyeka peluh dalam menimba ilmu di SMP Negeri 1 Baa yang dipimpin Manase Fuah (Almarhum) akhirnya tamat Tahun 1983.
Selepas dari SMP Negeri 1 Baa-Lobalain, kemudian berlayar menuju Kupang, ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) di Pulau Timor guna melanjutkan pendidikan.
Cita-citanya ingin menjadi seorang guru bertumbuh dari kasih dan ketulusan mengajar seorang gurunya, yakni Ibu Yuliana Lenggu. Duplikasi dan memotivasi itu seperti terus mengalir begitu deras membuatnya menjatuhkan pilihan ke Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Negeri Kupang, (kini sudah ditutup oleh pemerintah dan berubah nama menjadi SMU Negeri 5 Kupang).
Setelah tamat dari SPG pada Tahun 1986, Molle melanjutkan Pendidikan ke Sekolah Theologi di Batu Malang-Jawa Timur. Belum selesai study, memilih pulang ke kampung asalnya lantaran menolak diutus untuk paktek di Sintang Kalimantan Barat.
Sekembali dirinya lalu diangkat menjadi guru tidak tetap oleh Yayasan Pendidikan Kristen, (Yupenkris), di SMA Kristen Ba’a (Sekarang SMA Kristen Siloam Metina), sekaligus ditetapkan dengan SK Kepala SMA Kristen Baa, Yunus Ufi, BA, (mantan Kadis Pariwisata Kab Rote Ndao) menjadi Kepala Tata Usaha sampai dengan Tahun 1994 dan Guru Kontrak Daerah Provinsi NTT di SD Inpres 3 Ba’a hingga Tahun 2004.
Selepas dari dunia pendidikan, Arkhimes Molle banting setir ke dunia jurnalistis pada beberapa media cetak, yaitu Harian Umum Surya Timor, Suara Timor, Tabloid Suara Flobamora, Udik, Mingguan Metro Kupang, Rote Ndao Pos, (sekarang Erende Pos), Media Onine Zonaline News, Beranda Nusantara, gardaselatan. com, beritadelapanenam. com dan mendirikan Yayasan Rote Media Pers, sebuah lembaga yang menyelenggarakan pendidikan dan penerbitan media cetak dan melalui Yayasan yang dipimpinnya, Arkhimes Molle, mendirikan Sekolah Tinggi Teologi di Bogor – Jawa Barat.
Seiring waktu dengan terbentuknya Kabupaten Rote Ndao, dia mendirikan sejumlah media cetak antara lain Tabloid Suara Rote, Media Rote Ndao dan Satria Pos, Tabloidd Mingguan Aspirasi Debest. Kemudian dengan Motto, “Sekali Menetes Enggan Mengering,” merintis Media Online Aspirasi News, Revolusi News dan Media Online Pena Emas, sebagai media lokal anak daerah yang menjadi wadah menyalurkan aspirasi informasi bagi masyarakat Rote Ndao.
Selesai meraih Strata Satu program Theologi di Bogor Theological Institut, belum membuat mantan Pemimpin Redaksi Tabloid Suara Rote ini jerah untuk belajar di tengah kesibukan, karena baginya kesempatan itu tidak datang dua kali. Kemudian kembali menimbah ilmu untuk menyelesaikan S1 Program Studi Ilmu Hukum pada Universitas Nusa Lontar-Rote dan selanjutnya, melanjutkan pendidikan S2 dengan program study Pastoral dan Kepemimpinan Kristen pada STTN–Bogor 2011. sebagai ladang terakhir menimba ilmu pengetahuan.
Aura kepemimpinan anak Rote asal Nusak Lailete–Dengka ini mulai terpancar ketika menjadi Sekretaris OSIS SPG Negeri Kupang dari 1985-1986 dan meniti karier Jurnalistik di bawah asuhan sang Bapak bertangan dingin Wens Jhon Rumung hingga akhirnya setelah Rote Ndao menjadi sebuah Kabupaten, berpisah dari induknya Kabupaten Kupang pada tahun kedua, (Tahun 2004), termotivasi untuk memilih arena politik.
Arena politik mulai diawalinya pada Tahun 2002-2003, menjadi Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang Partai Kristen Indonesia Kabupaten Rote Ndao, dibawah Nakhoda, Ibunda Horry Fanggidae-Ndolu sebagai Ketua DPP Parkindo. Namun, kemudian tidak lolos sebagai peserta Pemilu 2004, akhirnya Arkhimes memilih Partai Nasional Banteng Kemerdekaan sebagai Wakil Ketua DPC Kabupaten Rote Ndao 2003- 2008.
Derap langkah politik putera anak petani dari Nusak Lailete, (sebutan khas untuk Kerajaan Lailete pada jaman penjajahan Belanda sekitar tahun 1662 itu, sebelum terjadinya penggabungan tiga Nusak menjadi Kerajaan Nusak Dengka, baik alir air perlahan mulai mengalir manakala memasuki Pemilu 2004 lalu, dirinya terpilih menjadi salah satu anggota DPRD Kabupaten Rote Ndao, masa bhakti 2004-2009, melalui pintu PNBK. Selain itu, dalam pemilihan perangkat DPRD, dia juga terpilih menjadi Ketua Komisi D dan Wakil ketua Fraksi Gabungan DPRD Kabupaten Rote Ndao dari 2004-2006.
Ditengah bergulirnya waktu terjadilah perubahan regulasi di badan Legislatif, kemudian dia masuk dalam anggota Panitia Anggaran dan Panitia Legislasi. Dengan kekuatan dua orang anggota legislator, PNBK mampu menunjukan taring karena kedua politisinya terpilih menjadi Ketua Fraksi Gabungan DPRD Kabupaten Rote Ndao 2006-2009.
Selepas jeda di lembaga legislatif, masuklah periode pemilihan 2009-2014, ketika PNBK tidak lolos lagi sebagai Partai Peserta Pemilu akibat tidak memenuhi persyaratan prosentasi 2,5% suara, Arkhimes Molle melepas induk Partai yang menghentarnya ke kursi legislative 2004, dengan merintis kepengurusaan Partai “Kepala Garuda” milik sang Dewan Pembina Prabowo Subianto.
Sebagi Partai yang baru lahir diera reformasi, dibawah asuhannya sebagai Ketua DPC Partai Gerindra Kabupaten Rote Ndao 2009 -2012, mendulang tiga orang calon menjadi anggota legislator dan peringkat tiga di lembaga DPRD Kabupaten Rote Ndao sekaligus merebut posisi Wakil Ketua di legislatif walaupun dirinya sendiri belum berkesempatan untuk lolos dari Partai yang diasuh tersebut.
Memang benar filosofi politik bahwa dalam berpolitik tidak ada musuh abadi tetapi tidak dipungkiri pula bahwa tidak ada yang sejati dalam persahabatan politik, yang ada adalah kita harus “Pantang menyerah” untuk berjuang mencapai tujuan meskipun jalan yang kita lalui tak sama.
Tatkala partai Gerindra ini mengalami revisi kepengurusan, akhirnya membawa tongkat kepemimpinan DPC Gerinda beralih tangan pada Tahun 2012, Ia memilih lepas biduk parpol yang dibangunnya sejak dari nol termasuk rela melepaskan jabatannya sebagai Tenaga Ahli Fraksi Gerindra di DPRD menuju “Garuda Putih” Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia untuk berkiprah.
Sambil merefleksikan ilmunya sebagai Ketua Yayasan, Ia juga memimpin sejumlah lembaga dan Organisasi di tingkat Kabupaten Rote Ndao antara lain Ketua HIPKINDO, Pemantau Tk Wilayah NTT pada Lembaga Pemantau Penyelenggara Republik Indonesia (LPPN-RI), Staf Hukum dan HAM Lembaga Pemantau Penyelenggara Triaspolitika dan Ketua Dewan Pertimbangan HKTI Kab Rote Ndao dan masih ada Organisasi Sosial kemasyarakatan lainnya
Keterampilannya menjadi seorang pemimpin dan seorang yang menitih karier diarena politik terasa liwat latihan antara lain: Pusat Latihan Pengembangan Transmigrasi di Batu – Malang Jawa Timur 1987. Selain itu, Bimtek tingkat Nasional seperti Orientasi Pelaksanaan Tugas DPRD Kab/Kota, Penyusunan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah & Renstra, Peningkatan Kompetensi Tugas & Kapasitas DPRD, Hak & Kewajiban Serta Fungsi Anggota DPRD Dalam Penyelenggaraan Pemda.
Selanjutnya, Bimtek Nasional Pembaharuan Pengelolaan Keuangan Daerah Dalam Rangka Pembahasan UU Nasional, Masalah Dan Implementasi Dalam APBD, Tehnik Penyusunan APBD yang Efektif,Efisien Transparan, Akuntabel Berdasarkan Permendagri, Pengembangan Kapasitas Kinerja Dan Keuangan Pemerintah Daerah , Pengelolaan Keuangan Daerah, Diklat Nasional Kepemimpinan dan Kaderisasi Partai Gerindra serta Seminar maupun Worshop tingkat Nasional lainnya
Penerima “The Leader Achives In Development Golden Award 2008” dari Citra Mandiri Indonesia di Jakarta 25 April 2008 ini yang pernah bersama teman-temannya di Fraksi Gabungan DPRD Kab Rote Ndao 2004 mengungkap 15 kasus korupsi di Kabupaten Rote Ndao kepada Tipikor Polda NTT tetap komitmen dan konsisten dengan kesejahtraan rakyat adalah harga dan nilai kepercayaan yang tidak bisa diabaikan dari kariernya.
Karenanya. sejak 2002 hingga kini, kurang lebih puluhan tahun seanteru waktunya dihabiskan untuk menitih tugas Jurnalis dan Politik. Tidak heran kalau pemimpin Redaksi Media Online Pena Emas ini menata Partai Perindo di Rote Ndao setelah dilantiknya pada 24 April 2016 oleh menjadi Ketua DPD Partai Perindo Kabupaten Rote Ndao ini pantang hengkang dari perjuangan menuju Indonesia Sejahtera
“ Dari bawah bertumbuh ke atas, Jauhkan perbedaan. Bersatu untuk satu tujuan” adalah mottonya Arkhimes Molle,SH,MA. besama Partai Perindo berjuang merebut pilihan dan harapan rakyat sesuai Visi – Missi Partai Perindo Untuk Indnesia Sejahtera optimis melangkah keatas sebagai Calon DPRD Propinsi NTT Pemilu Legislatif 2019.
Dengan pandangan politik santun “ Jangan bertanya bagaimana saya menjadi wakil rakyat tetapi bertanya mengapa saya harus menjadi Wakil Rakyat” Dalam perjalanan menuju lima tahun ke depan, Calon Anggota Legislatif Pemilihan Umum Anggota DPRD Propinsi NTT Daerah Pemilihan Dua dari Partai Persatuan Indonesia (PERINDO) ini dengan prinsip Pantang Menyerah bekerja untuk Rakyat dalam mewujudkan masyarakat mandiri dan rakyat sejahtera. Menawarkan program untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang harus menjadi tanggungjawab perjuangannya bersama Mitra penyelenggara pemerintahan adalah melalui misi terwujudnya, Kemandirian ekonomi,kesehatan,pendidikan, pemerataan Pembangunan yang utuh dan adil serta memberantas Korupsi Birokrasi – Legislatif.
Arkhimes Molle, mengilhami secara mendalam prinsipnya “ Pantang Menyerah bekerja untuk Rakyat” adalah harga diri dan kepercayaan, tersebut karena ia tidak mau kehilangan jejak langkah dan identitas serta harga dirinya sebagai seorang anak petani yang terpilih menjadi wakil Rakyat nantinya untuk periode 2019-2024.
Menyadari akan dirinya sebagai anak Petani yang lahir dari kandungan seorang ibu Pedagang sirih pinang di emperan tokoh dan menyelesaikan pendidikannya dari hasil keringat sang idolah ayahandanya sebagai penjual ikan keliling di Kota Baa, Suami dari Adolfina Molle – Mafo dan ayah dari Arinsutrisno F. W. Molle,S.Th, Arvando Guntur Boni. Molle dan Ardo Januario.H. Molle ini bertekad untuk berjuang Pantang menyerah untuk rakyat setelah asas kepercayaan rakyat diperkenangkan Tuhan berpihak padanya.(*)