Bareskrim Polri perlu ambil alih penanganan kasus kerumunan  Gubernur dan kepala daerah  se- NTT di Semau

PENA-EMAS.COM. Bareskrim Polri perlu ambil alih penanganan kasus kerumunan  Gubernur dan kepala daerah  se- NTT di Semau demi netralitas dan tuntutan rasa keadilan publik NTT.

Narasi KUHAP dan SOP Polri adalah Polda segera melakukan tindakan kepolisian atau telah memanggil beberapa pihak untuk dimintai keterangan dalam tahap penyelidikan dstnya., sebagaimana narasi Polri menghadapi kasus-kasus pidana pada umumnya.

Bacaan Lainnya

Demikian tegas Petrus Selestianus, Kordinator TPDI dan Advokat Peradi, Senin (31/08/2021) sekitar pukul 23:23 wita. Melalui sambungan WhatsApp.

Menurut Petrus Selestianus, Acara pengukuhan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) di Semau, Kupang, NTT, mestinya bisa dicegah atau dihindari, sekiranya Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati-Bupati se NTT, Kapolda NTT dan seluruh jajarannya memiliki kepekaan atau intuisi bahwa ada Instruksi Kapolri, Mendagri dan Instruski Gubernur soal PPKM dan Prokes Covid-19 yang mesti dipatuhi.

Namun, kenyataannya acara yang mewah dan menghebohkan itu berjalan lancar tanpa ada satupun Petugas Polri, Satpol PP dan Satgas Covid-19 yang mencegah apalagi menindak. Begitu juga Bupati-Bupati yang hadir tidak ada satupun mau mengingatkan Gubernur dan/atau Wakil Gubernur NTT untuk membatalkan atau menolak hadir dalam acara itu atas alasan adanya larangan dan perintah UU serta Instruksi yang wajib ditaati.

Selanjutnya. Peristiwa kerumunan Semau, memberi pesan kuat bahwa terdapat kesadaran secara kolektif dari Para Pejabat Publik untuk melakukan pembangkangan atau insubordinasi terhadap Instruksi Presiden, Mendagri, Gubernur dan Bupati dengan cara mengangkangi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Instruksi-Instruksi yang mewjibkan siapapun tanpa kecuali untuk taat pada Prokes Covid-19.

GERAKAN KOLEKTIF MEMBANGKANG.

Peristiwa kerumunan, tanggal 27 Agustus 2021 di Pantai Semau, Kupang, serta merta menjadi viral, menjadikan peristiwa ini dikualifikasi sebagai “Pelanggaran Hukum” dan “Asas-asas Umum Pemerintahan yang baik”, yang dilakukan secara berjamaah untuk membangkangi Pemerintah Pusat dan melukai rasa keadilan Masyarakat NTT.

Meskipun kecaman terhadap acara ini datang dari seluruh penjuru tanah air dan dari berbagai kalangan, namun hingga hari ini, Polda NTT belum mengumumkan apakah sudah ada proses hukum atau belum, apakah sudah dimulai Penyelidikan atau Penyidikan atau Polda NTT masih menunggu Laporan dari Masyarakat.

Perkembangan terakhir Polda NTT justru menokak Laporan Polisi dari Masyarakat Cq. Kelompok Cipayung NTT dengan alasan Polda NTT tidak berwenang dan melempar kewenangan itu kepada Satgas Covid-19 NTT.

Polda NTT gagap dan tidak profesional, malahan melempar tanggung jawab hukum untuk Penyelidikan dan Penyidikan kasus dugaan pelanggaran Prokes Covid-19 ini kepada Satgas Covid-19 NTT. Ini pembodohan sekaligus tindakan bodoh dari oknum Polda NTT.

Sejak kapan KUHAP mengalihkan kewenangan menerima Laporan Polisi dan tindakan kepolisian dalam kasus pidana kepada Satgas Covid-19 NTT.

BARESKRIM AMBIL ALIH.

Sikap Pemprov NTT dan Polda NTT menghadapi kasus kerumunan Semau, akan berdampak pada “lahirnya krisis kepercayaan publik yang meluas dari Masyarakat NTT terhadap Pemprov dan Pemda Kabupaten” di NTT.

Masyarakat bisa saja bebas membuat pesta, selama masa berlakunya PPKM level 4, sebagai signyal ketidak percayaan masyarakat terhadap Gubernur dan Polda NTT, karena hukum hanya tajam terhadap rakyat kecil.

Polda NTT seperti kehilangan kepekaan dan intuisinya ketika menghadapi kasus ini, hal mana nampak dari narasi Kadiv Humas Polda NTT, Kombes Pol. Rishian Krisna B, yaitu bahwa pihaknya sedang menjalin komunikasi dan koordinasi dengan instansi terkait, guna mendapatkan daya dan informasi. Ini bukan narasi KUHAP dan SOP Polri.

Narasi KUHAP dan SOP Polri adalah “Polda segera melakukan tindakan kepolisian atau telah memanggil beberapa pihak untuk dimintai keterangan dalam tahap penyelidikan dstnya., sebagaimana narasi Polri menghadapi kasus-kasus pidana pada umunya.

Karena itu demi menjaga wibawa Pemerintah dan Pemerintah Daerah dan menyelematkan institusi Polri di NTT, maka sebaiknya Bareskrim Polri mengambilalih penyelidikan kasus “Kerumunan Semau” atau setidak-tidaknya dibentuk tim gabungan untuk penindakan kasus ini tanpa pandang bulu demi menjamin netralitas dan rasa keadilan publik. Pungkasnya. (PE.017)

Tetap Terhubung Dengan Kami:

Pos terkait