ROTE NDAO- Pena Emas. Pengadilan Negeri Rote Ndao kembali menggelar sidang ketiga tindak pidana pengerusakan tiang penyanggah pintu gerbang DPRD Rote Ndao (selasa,26/02/2019).
Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan tiga orang saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Rote Ndao yakni Arnolus Suek, Paulus Bessi dan Ricard Patola.
Seusai persidangan Marthen Lau,SH selaku kuasa hukum yang mendampingi para terdakwa di persidangan kepada wartawan mengatakan sesuai dengan keterangan yang dijelaskan para saksi dipersidangan maka dapat disimpulkan bahwa adanya dugaan diskrimasi terhadap para terdakwa ketika melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Rote Ndao
Pasalnya ungkap Marthen, Aksi demo tersebut mendapat ijin resmi dari pihak yang berwenang namun ketika para pendemo tiba di gedung DPRD Rote Ndao niat mereka di halangan aparat yang lakukan pengamanan dengan menutup pintu gerbang rumah wakil rakyat tersebut.
“Para pendemo mendapat ijin resmi tapi ketika mereka tiba di depan pintu niat mereka untuk bertemu anggato DPRD sebagai wakil rakyat dihalangai oleh aparat yang berjaga dengan menutup pintu,jadi mereka lakukan upaya untuk masuk bertemu anggota DPRD dan Perwakilan KPK dengan mendorong pintu, jadi pengerusakan itu terjadi karena pintu di tutup,sementara sesuai keterangan saksi, para pendemo datang dengan aksi damai dan saksi juga jelaskan bahwa pintu tidak ditutup maka tidak terjadi pengerusakan pada tiang penyangga”. Jelad mantan wartawan pos kupang ini.
Marthen Lau mengungkapkan tujuan dari aparat pol pp dan kepolisian lakukan pengamanan adalah untuk mencegah terjadinya tindakan anarkis yang dilakukan para pendemo.
Jadi sebenar aparat amankan apa, Sesuai dengan rekaman video yang diputarkan terkesan aparat pol pp yang jaga dan mengaman biarkan pintu di rusak saja dan untuk pihak kepolisian mungkin kekurangan personil jadi tidak bisa mencegah massa yang ada.
” Terlihat jelas setelah pintu roboh ada aparat polisi yang mempersilakan para pendemo masuk,karena itu di harapkan kedepan masyarakat ingin bertemu DPRD sebagai wakil rakyat jangan di halangi supaya mereka tidak emosi dan lakukan pengerusakan. Terima saja kalau mereka datang baik-baik”, Ujar Marthen Lau.
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Beaty D Simatauw,SH,MH dibantu dua hakim anggota Rosihan Lutfhi,SH dan Abdi Ramansyah,SH
Panitera pengganti Febriyanti M Jehalu,SH.
Pihak kejaksaan Negeri Rote Ndao dihadiri Jaksa Penuntut Umum Pethres M Mandala,SH dan Nikodemus Damanik,SH.
Arkhimes Molle,SH.MA. Mantan anggota LPPN – RI Wilayah NTT saat dimintai pendapatnya terhadap keterangan para saksi dalam persidangan dengan terdakwa aktivis Anti Korupsi saat aksi demo di DPRD Kab Rote Ndao, Ia. Mengatakan, jika di dalami kasus ini secara adil dan benar maka keempat terdakwa bukan menjadi penyebab kerusakan pintu.
Menurut Mes Molle, para pendemo melakukan aksi atas dasar dilindungi undang undang, buktinya mereka kantongi ijin aksi demo damai untuk menyampaikan aspirasi.
Selain itu, Kebebasan para pendemo di kebiri oleh pihak lain, hal ini terlihat dari kenyataannya mereka tidak dibiarkan masuk pàda hal ada ijin.
Hal lainnya adalah faktanya SatPol. PP dan Anggota Polisi yang bertugas untuk pengamanan tidak melaksanakan kewajibannya sebagai pihak yang mengamankan aksi demo.
Mari kita lihat, apakah protap SatPol PP dan Polisi yang bertugas untuk pengaman telah terpenuhi ?. Tidak benar SatPol – PP yang hadir mengaman aksi tanpa protap artinya ada unsur pembiaran dan saat itu SatPol – PP hanya 8 orang Anggota.
“Anggota SatPol – PP dan Polisi yang berada di depan Pintu untuk menghalau para pendemo hanya tiga orang tanpa dilengkapi alat bantu selayaknya petugas pengaman. Permendagri 54 Tahun 2011 kan jelas SOP(protap)” katanya.
Empat orang yang dihadirkan sebagai terdakwa yakni Yunus Panie,Silfon Lette,Mikson Dethan dan olifer Lette dan para terdakwa didampingi Marthen Lau,SH selaku Kuasa Hukum.
Sidang ditunda dan digelar kembali selasa,05 maret 2019.(Nas/PE)