KPK Soroti Kasus Korupsi, Soal Penyalahgunaan Wewenang dan Kerugian negara. di NTT

PENA-EMAS.COM – Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menyoroti banyaknya pengaduan masyarakat yang masuk ke KPK dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pengaduan itu terkait penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara.

Bacaan Lainnya

Hal itu dikatakan Lili saat menghadiri rapat koordinasi (rakor) program pemberantasan korupsi terintegrasi dengan Kepolisian Daerah, Kejaksaan Tinggi dan BPKP di Mapolda NTT. Rakor itu digelar pada Selasa (26/10/2021).

“Sejak tahun 2018 hingga 2021, terdapat 392 pengaduan masyarakat yang masuk dari Provinsi NTT ke KPK. Paling banyak terkait perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara. Setelah itu, terkait pengaduan umum,” ujar Lili.

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar

Lili meminta hal tersebut dapat menjadi perhatian aparat penegak hukum (APH) di NTT. Didampingi jajaran Direktorat Koordinasi Supervisi Wilayah V KPK, Lili juga membahas soal penginputan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) yang belum terinput, baik dari jajaran Polda maupun Kejati. “Kira-kira apa kendalanya?” tanya Lili.

Selanjutnya, Lili juga sempat membahas salah satu perkara yang sedang disupervisi KPK, yaitu terkait tindak pidana korupsi (TPK) pengadaan benih bawang merah pada Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Malaka Provinsi NTT Tahun Anggaran 2018 yang ditangani Polda NTT. Namun, per 31 Agustus 2021, statusnya SP3, karena adanya putusan praperadilan.

“Alasan KPK melakukan supervisi perkara tersebut yaitu pertama, menjadi perhatian masyarakat dengan banyaknya pengaduan masyarakat yang diterima KPK. Kedua, perkara sudah berjalan lebih dari satu tahun. Ketiga, P-19 sebanyak 7 kali. Dan keempat, kerugian negara sebesar Rp 5,2 miliar,” katanya. Seperti dilangsir oleh detikNews Edisi Selasa, 26 Okt 2021.

Menanggapi Lili, Kapolda NTT Irjen Lotharia Latif menyampaikan bahwa pada 2021 terdapat 29 perkara penyidikan TPK dengan 31 tersangka. Total perkiraan kerugian negara sebesar Rp 22,7 miliar.

“Sebanyak 12 perkara statusnya sudah P21 dan sebanyak 5 perkara statusnya SP3 atau dihentikan demi hukum. Kami juga melakukan penegakan hukum dalam rangka pemulihan ekonomi nasional dan COVID-19. Kami percaya sinergitas aparat penegak hukum menjadi kunci sukses penegakan hukum,” ujar Latif.

Kepala Kajati NTT Yulianto juga sepakat bahwa penegakan hukum diperlukan sinergitas. Yulianto membeberkan beberapa perkara korupsi yang menonjol di NTT, salah satunya perkara aset tanah Pemkab Manggarai Barat senilai Rp 1,3 triliun.

“Lalu ada kredit macet sebesar Rp 112,9 miliar yang sudah inkrah, kemudian aset dan uang senilai Rp 29 miliar sudah berhasil disita dan dieksekusi. Titik tumpu pemberantasan korupsi adalah pemulihan kerugian keuangan negara. Total kerugian negara yang berhasil diselamatkan oleh Kejati NTT dalam bentuk aset senilai Rp 1,7 triliun dalam waktu 1,5 tahun,” jelas Yulianto.

Menurut Yulianto, kerap juga terjadi bagi-bagi tanah aset negara atau pemerintah daerah. Dia mencontohkan salah satunya aset tanah Pemkot Kupang yang dibagikan kepada sanak saudara, namun aset-aset tersebut kini sudah disita.

“Namun masih terdapat perbedaan persepsi antara Kejati dan Pengadilan, sehingga saat ini sedang dilakukan upaya hukum ke MA terhadap putusan perkara tersebut,” ujarnya.

Lebih lanjut, Yulianto menjelaskan bahwa Kejati NTT bersama Pemprov NTT telah menandatangani MoU terkait penertiban aset pemda sehingga Kejati NTT membantu upaya penertiban dan pencatatan aset pemerintah daerah, supaya jelas legalitasnya, terutama aset tanah.

Saat ini, masih banyak kendaraan dinas yang dikuasai oleh para pejabat yang sudah pensiun atau pindah. Para pejabat, katanya, akan diimbau untuk mengembalikan dan jika melanggar akan ditindak tegas.

Sementara itu, Kepala Perwakilan BPKP Sofyan Antonius Pardede memaparkan empat strategi BPKP. Pertama, strategi represif seperti audit investigasi, audit kerugian negara, pemberian keterangan ahli.

Kedua, strategi preventif seperti Fraud Control Plan (FCP), Fraud Risk Assesment (FRA), Risk Fraud Profiling, evaluasi risiko hambatan kelancaran pembangunan, dan indeks efektifitas pengendalian korupsi.

Ketiga, strategi edukatif, seperti coaching clinic, bimtek, asistensi keinvestigasian di lingkungan APIP.

“Dan keempat, strategi represif untuk korektif dan preventif seperti audit investigatif non-TPK serta audit tujuan tertentu lainnya,” ujar Sofyan.

Sofyan juga menambahkan bahwa tahun 2020 ada 5 laporan dengan kerugian negara sebesar Rp 91 miliar dan tahun 2021 ada 2 laporan dengan kerugian negara sebesar Rp 21 miliar.
Pada akhirnya, rakor ini menyepakati untuk membuat komitmen bersama antara KPK, kepolisian, kejaksaan, dan BPKP. Komitmen bersama tersebut terkait dengan penanganan Perkara TPK dengan harapan para pihak mempunyai pemahaman yang sama dalam penanganan perkara TPK yang lebih efektif dan saling membantu dalam percepatan penanganan perkara. (PE/detikNews)

Tetap Terhubung Dengan Kami:

Pos terkait